Apa sih definisi dari sebuah kebahagiaan? Gak semua orang bisa menjawab pertanyaan itu dengan sederhana, namun akan banyak yang menjawab jika diberikan pertanyaan apa itu penderitaan?. Eric Weiner, terusik dengan makna kebahagiaan dan berkeliling beberapa negara untuk mencari tahu dimana sih tempat paling membahagiakan di dunia ini?
Eric Weiner mendapatkan keuntungan bekerja sebagai jurnalis sehingga dia bisa berkeliling dunia dengan bantuan dana dari kantornya. Dengan bermodalkan buku catatan dan pena, khas seorang jurnalis ia pun berkeleliling beberapa negara seperti Swiss, Islandia, Bhutan, Amerika, India, Thailand, Moldova, Qatar, dan negara-negara lainnya yang memiliki keadaan negara dan juga kultur yang berbeda-beda.
Ini termasuk buku traveling, tapi lebih menyerupai novel sehingga gampang dicerna. Membacanya secara acak pun gak akan menjadi masalah, makin membuat nyaman membaca buku ini apalagi dengan suguhan imajinasi kita tentang tempat-tempat yang dia kunjungi (Buku ini minim gambar). Sayangnya terjemahan Bahasa Indonesia dalam buku ini ada sedikit kejanggalan di beberapa bagian, atau mungkin tepatnya terlampau kaku. Dan juga beberapa tulisan Eric Weiner sendiri, yang karena dia dan Indonesia memiliki budaya yang berbeda mungkin terlihat seperti kurang pas dengan budaya kita. Tapi justru itu membuat buku ini semakin menarik, melihat sudut pandang ia tentang beberapa kultur di Asia. Seperti bagaimana keadaan pasar yang bagi orang barat akan menjemukkan, becek sana-sini, dan gaung suara adzan untuk kaum muslim.
Tapi jangan berharap kamu akan dimana tempat paling membahagiakan di dunia ini, tapi dengan membaca buku The Geography of Bliss ini, banyak pelajaran selain tentang kebahagiaan juga tentang kultur di negara-negara lain yang bisa kita terapkan agar kita bisa lebih berbahagia. Seperti budaya “Mai Pen Rai” dari Thailand yang berarti “Tak apalah”, yang diucapkan ketika sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.
“Perjalanan itu bersifat pribadi. Kalaupun aku berjalan bersamamu, perjalananmu bukanlah perjalananku.” – Paul Theroux
No comments:
Post a Comment