Pages

29 January 2013

Hari Terburuk Sedunia

Mungkin udah ribuan kali, dan basi, tapi semoga Tuhan gak bosen denger "Beri hamba kekuatan.". Terutama seperti saat ini, ketika apa yang terjadi jauh dari ekspektasi terendah sekalipun. Jatuh jauh ke bawah-bawah sampai ke kerak bumi terus ke bawah lagi. Saat ingin berdiam diri sendiri tapi akhirnya malah jatuh berbaur dan hahahihi. Terombang-ambing dengan kebiasaan yang menyunggingkan senyuman sampai gigi kelihatan tapi mendustai isi pikiran dan hati sendiri. Karena sudah tahu, kalau nanti bermuram durja di depan semua maka kamu juga menyakiti mereka.


Jadi semoga ada maksud. Biarpun nanti gak sesuai tenggat waktu dan mengulang lagi dari awal. Walaupun nanti makin banyak keriput di kulit dan munculnya uban karena terlalu gak dibawa santai. Semoga semuanya nanti berkebalikan dengan semangat yang sekarang nihil menjadi kekuatan gigantis. Semoga saya dan mereka nanti menjadi "kita". Sebagaimana mereka-mereka yang lain, yang dengan semangatnya berkoar-koar saat kami hanya bisa bisa berbisik-bisik di pojok ruangan meratapi nasib. Semoga nanti kita justru melejit menjuarai kompetisi dengan pesimisme di masing-masing diri. Karena hei, siapa tau?

21 January 2013

Ketakutan Masa Muda

Dulu saya sering mendapati karakter di novel-novel yang gelisah dengan masa depannya. Karakter itu begitu gelisah dan takut kalau-kalau ia nantinya tidak menjadi apa-apa. Saya takut banget kalau jadi kaya dia suatu saat nanti.

Hingga beberapa tahun kemudian...

Kejadian. Ke saya sendiri. Ya, sayalah si karakter fiktif itu yang kini jadi non-fiktif. Asli loh. Suwer.

Saya sendiri selalu berusaha menjadi orang yang optimis, atau mungkin sok optimis. Terserah. Toh dengan sok-sok-an optimis seringkali sikap optimis itu dateng sendiri. Semangatin orang lain yang lagi gak semangat sekalipun kamu sendiri lagi gak semangat, dan seringkali energi itu balik lagi ke kamu.

Saya suka menetapkan target buat saya sendiri. Tapi sampai tahun lalu gak semua target saya kecapai. Saya benci dibilang perfeksionis, karena menurut saya apa yang saya lakukan gak ada apa-apanya dibandingkan apa yang orang di sekitar saya lakukan. Dan ini memang salah, salah karena untuk apa mengukur kemampuan diri dengan alat ukur untuk orang lain. Bayangin bagaimana kamu mengukur banyaknya beras dengan penggaris bangunan, bukannya timbangan.

Ini hari pertama semester 6 dan saya sekarang memiliki nasib yang sama kaya beberapa tokoh fiktif yang saya baca di novel-novel. Ketakutan mereka akan nasib mereka sendiri. Jujur, saya sendiri takut kalau-kalau apa yang saya targetkan ke depan gak kecapai. Di semester ini banyak sekali hal-hal yang harus saya pelajari, padahal kemampuan saya sendiri belum seberapa. Ah lagi-lagi ngebandingin dengan kemampuan orang lain. Saya ingin sekali memiliki kemampuan yang lebih daripada ini, dan ini memang lagi saya lakukan dengan rutin setiap hari meskipun hanya beberapa menit.

Kamu gak tahu bagaimana rasanya berada di jurusan kuliah yang mengharuskan kamu tahu banyak hal dari A sampai Z. Bahkan kebanyakan orang mengira bahwa jurusan kamu itu cuma ngajarin bagaimana jago gambar. Kamu gak tahu bagaimana rasanya meriset tentang tugas untuk iklan yang kamu dapat, misalnya kamu apes mendapatkan produk celana dalam untuk pria. Setelah didapat kamu lalu harus memikirkan konsep visual seperti apa. Dan kebanyakan hanya melihat di sini, bentuk visual atau hasil akhir. Semua orang memang begitu kok, dan saya anggap wajar sekalipun saya akan memarahi diri sendiri kalau saya jadi orang yang hanya melihat hasil akhirnya. Saya suka sekali dengan prosesnya. Apalagi ketika mendapat tugas membuat poster iklan tentang nasib veteran perang di Indonesia saat ini. Sampai suatu waktu saya dan seorang teman saya menemui seorang ketua veteran perang itu langsung. Ah, rasanya menyenangkan mendapatkan informasi tentang apa yang akan kamu angkat secara langsung dibandingkan berkutat di depan komputer. Apalagi saya bukan termasuk orang yang betah berlama-lama di depan layar sambil duduk. Tapi bukan berarti betah kalau sambil nungging.

Di semester ini mungkin saya akan menemukan banyak sekali rintangan. Saya harus belajar tentang statistika, memperbaiki bahasa Indonesia dan bahasa Inggris saya plus belajar bahasa Italia dan Esperanto. Saya juga harus mengasah cara kerja saya dan juga sikap saya selama ini yang masih emosional. Software-software komputer juga harus saya asah lagi mulai dari Photoshop, Adobe Illustrator dan Adobe InDesign. Tapi tolong jangan merendahkan saya dengan bilang bahwa saya cuma bisa bergambar dan gak bisa mikir.

Habis semester ini memang libur. Tapi saya mau mengambil semester pendek. Dan di semester pendek itu saya akan kerja praktek. Dan ini juga bikin gamang. Saya masih takut kalau saya gak akan diterima di mana-mana dengan kemampuan saya yang masih kayak gini. Target saya adalah kerja praktek di luar negeri, niatnya karena dengan begitu saya bisa belajar bahasa mereka dan kultur mereka yang akhirnya bikin pikiran saya gak sesempit ini. Kalau gagal akan turun menjadi di luar pulau Jawa (di Batam, Bali atau pulau Sulawesi) niatnya juga sama, saya ingin tahu bagaimana kehidupan di luar sana. Kalau gagal, saya ingin kerja praktek di luar Jawa Barat, misalnya di Yogyakarta, Semarang atau Surabaya dan Banyuwangi. Kalau gagal? Okelah di Jawa Barat, misalnya di Jakarta. Kalau gagal? Sialan. Iyadeh di Bandung. Gagal lagi? Kampret. Biarpun pahit tapi okelah emang harus siap buat kemungkinan terburuk: saya akan berkemas, pergi ke manapun dan tinggal di sana selama beberapa waktu sambil melatih kemampuan diri dalam dunia desain, periklanan, kepenulisan, bahasa, fotografi, sosial dan lain-lain selama liburan. Sekalipun konsekuensinya saya gak akan lulus sesuai sasaran.

Nah! Ini lagi nih yang bikin galau. Eh tunggu, kata "galau" terlalu remaja buat saya yang akan beranjak dewasa, atau sok dewasa ini. Lagi-lagi biarin, kalau ini adalah cara saya biar dewasa ya saya lakukan. Setelah itu saya akan memasuki tahun terakhir kuliah. Ini nih. Banyak banget pelajaran-pelajaran yang harus saya pelajari, masih banyak buku yang harus saya lahap, dan bla-bla-bla. Kamu tahu, kadang ada beberapa orang yang malas mikir, tapi dia justru lebih beruntung daripada kamu yang suka mikir. Dan semesta terlihat lebih mendukung orang seperti itu. Ah. Ini lagi nyoba nyeimbangin.

Tapi saya suka sekali dengan teman saya yang memberikan tanggapan ketika saya bercerita tentang kegelisahan saya ini, "...kuliah kan buat belajar, cuma di sini kamu bisa melakukan sesuatu yang salah." Simpel, dan udah banyak yang sering ngomong kaya gini. Tapi suka dilupain. Jadi, semoga semester ini saya lebih baik dari semester kemarin yang masih banyak banget kekurangan. Dan tentunya dengan memberikan kesempatan ke saya sendiri untuk melakukan suatu kesalahan dalam proses pembelajaran.

19 January 2013

Mata


Salah satu "keasyikan" dan mungkin juga tuntutan dari seorang mahasiswa Desain Komunikasi Visual adalah mengetahui banyak hal. Misalnya sekarang, saat saya mengerjakan project sebuah logo untuk optik keluarga saya sendiri. Mau gak mau saya harus belajar tentang mata, cara kerjanya dan bla-bla-bla. Jujur sih, saya gak pernah tertarik dengan dunia optimetri ini, tapi ya prosesnya ini nih yang membedakan mana desainer dan mana yang cuma tukang setting software kaya photoshop dan lain-lain.

Seperti diingatkan lagi pelajaran sekolah yang udah mulai pudar. Saya ketemu lagi sama kornea, lensa, axis dan bla-bla-bla yang merupakan hal-hal yang berhubungan dengan mata. Dan cara kerja mata juga mirip dengan cara kerja kamera, terutama kamera film. Nah ini nih yang bikin menarik, ketika berhubungan dengan hal-hal yang emang lagi kamu pelajari juga.

Dan setelah browsing sana-sini, nanya sana-sini, ada satu video jadul yang dengan simpel banget membantu saya buat tau tentang cara kerja mata. Ya, untung saya juga suka menulis dan seorang penulis layaknya seorang desainer yang harus banyak tahu. Hasilnya sih gak tau bagaimana nanti, toh yang penting sudah mencoba yang terbaik dulu kan? Namanya juga belajar.

18 January 2013

Halo

Kayaknya nasib sial emang lagi melekat banget sama saya ini. Badan udah gak enak selama berhari-hari, padahal ini lagi liburan kuliah. Belum lagi cuaca Bandung yang doyan banget hujan, plus suhu yang tambah dingin bikin males mau keluar buat olahraga. Alat olahraga pun rusak di rumah, alhasil kebanyakan kerjaan sekarang baca-baca, tiduran, makan, minum, nonton tv, baca lagi, doodling, ngemil, lalu tidur beneran.

Dan tiba-tiba, pagi tadi pas saya buka blog saya di wordpress, ada pemberitahuan "This blog has been DEACTIVED..." alasannya, blog saya diduga melanggar peraturan dari wordpress sendiri dan diduga bahwa blog saya itu palsu dan menggunakan postingan otomatis. Kampret gak?. Padahal udah doyan banget sama wordpress ini.

Udah ngirim surat verifikasi, tapi keburu bete buat nunggu lama-lama.Akhirnya ide ini tercetus ke saya. CLBK. Eh bukan, BLBK yang merupakan akronim dari Blog Lama Bersemi Kembali. Jadi, inilah saya yang dulu udah murtad dari blogspot kembali lagi ke sini. Oke, banyak banget yang harus diatur-atur lagi di blog ini.

Tapi ternyata banyak juga sih kelebihan di sini, banyak hal yang bisa di lakukan secara gratis di sini dibandingkan di wordpress yang harus berbayar.

Jadi,
halo blogger!

13 January 2013

A Cow's Day

Yesterday was a Cow Day for me. From breakfast to dinner, I eat and drink all made from milk or cheese. From cereal to bisquit. No fruit, meat or even rice. And do you know that word "Cappitalism" is related to "Cattle"?


Beradaptasi Singkat



"Kadang, teman terbaik yang kau miliki adalah orang-orang baru yang ada di sekitarmu saat itu."

Salah satu pengalaman yang menarik dari traveling sendirian adalah, kamu dipastikan bertemu dengan orang-orang yang baru. Dan di situ, kamu dihadapkan oleh dua pilihan; pertama, kamu mau tetap diam dengan kesendirian kamu dan cukup sampai di situ, atau berlagak sok kenal hingga nantinya jadi beneran kenal dan akrab.

Saya memilih yang kedua. Hari ketiga di Yogyakarta, saya di ajak oleh host saya, Vian untuk ikut melakukan perjalanan bersama teman-temannya ke pantai Gua Cemara. Yang lalu rencananya akan dilanjutkan ke pantai Parangtritis, atau disingkat Paris oleh mereka. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya kita menuju Kebun Buah. Sebenarnya acara ini adalah acara mereka menyiapkan diri untuk menyambut Ujian Tengah Semester atau UTS keesokan harinya.

Vian ini ternyata dikenal oleh teman-temannya punya kepemimpinan yang tinggi, ia membuat soal-soal agar teman-temannya paling tidak teringatkan kembali atas pelajaran yang telah diberikan oleh dosen sebelumnya. Jujur, saya sendiri sebenarnya sempat takut kalau-kalau saya hanya akan menjadi kambing congek. Dicuekkin dan dianggap tidak ada. Tapi karena ini perjalanan saya, dan saya pikir kalau saya hanya berpikir negatif maka percumalah perjalanan saya ini. Alhasil, sayapun membuang jauh-jauh pemikiran yang tidak membangun itu.

Saya yang memang tidak membawa kendaraan, akhirnya menjadi "supir" untuk teman yang baru saya kenal juga, Yunita. Lalu sayapun berangsur-angsur berkenalan dengan yang lainnya, yang saking banyaknya, tidak seluruhnya saya hafal namanya.

Semalam sebelum keberangkatan, saya diminta oleh Vian untuk menyiapkan kado yang nantinya akan ditukar sebelum sesi pengerjaan soal-soal yang dibuatnya. Dalam kado tersebut ada pertanyaan yang harus dijawab oleh orang yang menerima kado tersebut. Karena ada yang tidak bawa, maka saya pun tidak kebagian kado. Namun, karena isi dari kado tersebut semuanya adalah makanan, maka kitapun berbagi-bagi makanan. Setelah masing-masing dari mereka menjawab setiap pertanyaan yang mengundang gelak tawa itu, salah satunya seperti pertanyaan "when is your first kiss?", saya yang tidak mendapatkan pertanyaan akhirnya diberi permintaan tentang pendapat saya tentang mereka.

Ini adalah salah satu hari terbaik dan pengalaman yang gak akan saya lupakan. Bagaimana saya, orang yang baru mereka kenal beberapa jam (atau menit) langsung diterima apa adanya. Saya makin disadarkan bahwa dunia ini luas. Jika selama ini saya bercanda, tertawa dengan teman-teman yang itu-itu sajah dengan candaan lokalnya, maka jauh di luar sana ada orang-orang seperti kami yang juga memiliki ikatan pertemanan yang kuat dan hangat. Saya juga belajar untuk berbaur dengan orang-orang baru. Saya suka sekali prosesnya. Bagaimana perasaan takut ditolak, hingga akhirnya nekat sok kenal hingga akhirnya diterima di tengah-tengah mereka. Ini juga mengajarkan saya bahwa tantangan memiliki beragam varian. Jika selama ini tantangan selalu diidentikkan dengan mendaki gunung, menyelam samudera, maka ada tantangan dalam bentuk berbeda di mana kita harus berbaur dengan masyarakat sekitar. Memahami bahasa atau candaan mereka. Bersikap, berkata dan bahkan tertawa dengan cara yang berbeda dari apa yang biasa kita lakukan.

Dari kecil saya memiliki impian selain menjadi penulis dan keliling dunia: saya ingin berteman dengan semua orang. Siapapun itu, mulai dari presiden atau tukang sampah. Karena saya juga percaya bahwa semua orang adalah sama, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Semua hanya masalah sudut pandang, dan bersifat subjektif. Saya membayangkan bagaimana dunia nanti ketika semua orang sudah saya kenal. Jika saya kemana-mana saya pasti akan menyapa dan disapa oleh setiap orang. Ah dunia pasti menjadi lebih menarik!



02 January 2013

Pagi Sendu

Suatu pagi yang sendu, dengan keringat yang membasahi baju. Embun pagi yang berserakan di udara, langkah kaki yang terus melaju. Matanya beradu dengan jarak pandang yang hanya sampai beberapa sentimeter tapi ia tak mau mundur. Keningnya berkerut lucu ketika berpikir apakah gerangan yang menghadangnya nanti. Badannya menggigil namun bisa ditahan. Kakinya yang telanjang mati rasa sekalipun rutin digesek tanaman yang basah oleh embun.

Lampu itu tak pernah terlihat, sebuah cahaya yang dulu adalah mercusuar yang megah namun kini terasa tiada perkasa karena diberangus oleh kelembutan embun. Dan di mana gerangan mereka yang dulu mengaku satu rumpun?

Badannya makin kekeringan dengan tulang yang mencuat seolah ingin loncat dari balik kulit. Otaknya berpikir ekstra seiring detak jantungnya yang berpacu. Ketika semua di luar sana merasa bersatu, mengapa ketika ditanya kemana di saat seperti ini, mereka tak anggap bermutu.

Pupilnya melebar, namun bibirnya terkatup semakin irit. Embun pagi yang sendu. Artinya hanya satu, semua semu, sekalipun semanis madu.