26 December 2012
I Will Mark it With a SMILE!
So it’s my first time drawing a vector. It’s been a long time I haven’t drawing again, so I start it with a simple one; a picture of me. You know, I love smile and I love when people smile at me. Because I find that smile is like a door of happiness, and it’s contagious.
Cxi bildo estas mia unua vektoro bildo. Poste de longa tempo mi ne desegnas. Cxi estas mia bildo de mia ridetas. Cxar mi sxatas rideti!
24 December 2012
Pagi Sederhana
Kadang bahagia itu sederhana. Misalnya ketika kamu mendapatkan mimpi buruk tentang diri kamu ataupun tentang seseorang yang membuat hatimu seperti digiles truk-truk besar berisikan jus gajah, dan ketika kamu terbangun dengan baju tipis basah oleh keringat dan mata membelalak ketakutan, seekor kucing langsung mendekatimu sambil mengeong. Lalu secara cepat ketakutanmu hilang dengan cara yang tak dimengerti. Kamupun langsung tersenyum sendiri sambil menuangkan makanannya ke mangkuk.
Sesederhana itu.
13 December 2012
Rotasi
Sepiring sendok dan garpuh menjadi hidangan pembuka hari ini. Jari-jemari orang-orang di sekelilingku saling bersentuhan. Mulut mereka saling berkomat-kamit mengucapkan kata-kata yang tak ku mengerti seperti mantra .Sambil menaruh sendok di atas meja, ku layangkan pandanganku ke luar jendela. Matahari berwarna abu-abu.Ingin kutanya pada mereka tapi tak tega kuhancurkan kekhusyuan yang susah-susah mereka jaga.
Ku biarkan diriku melesat ke luar rumah tanpa bersiap-siap. Cuma modal kolor yang dipakai, kaos polos beraroma keringat, dan sisa parfum kemarin. Ku berlari melewati komedi putar, kusapa semua orang disana tapi tak ada yang menjawab. Aku berlari, pasrah, sejenak baru kusadari sedari tadi aku tertawa, menangis, tanpa ku mengerti.
Beribu-ribu kali aku tersungkur dan meringkih kesakitan tapi tak minta di kasihani. Mendadak suasana jadi ramai ketika kumpulan anjing-anjing menggonggong lewat lalu terbang menuju matahari abu-abu.
Tak juga ku mengerti apa yang kucari. Kali ini, ku biarkan diriku tetap terbenam di atas lumpur ketika ku tersungkur. Kurasakan setiap tubuhku tertelan dan ku tarik nafas dalam-dalam.
Lalu aku menjadi angin.
Kubiarkan seluruh ragaku menghalus, berhembus dan melewati setiap seisi kota. Ku pasrahkan diriku tersaring rambut-rambut, mensapu kulit-kulit asin dan tanah. Ku biarkan semua rasa itu muncul ke permukaan tanpa harus ku genggam. Dan kumasuki sebuah jendela terbuka lalu kurasuki tubuh tak berpenghuni di atas kursi.
Sepiring sendok, garpuh dan dunia yang mendadak asing menjadi hidangan pembuka hari ini. Ku biarkan diriku melesat ke luar rumah tanpa bersiap-siap.
Bandung,
beberapa tahun yang lalu.
08 December 2012
Be'i!
30 November 2012
25 November 2012
Intoducing...Cinnamon!
Kenalin, Cinnamon si kucing yang doyan banget ngambek. Dipegang dikit ngambek, gimana di’grepe’in, berubah jadi Hulk kali. Gengsian, kalau dikasih makan pura-pura gak mau, pas ditaruh dan ditinggal malah lagi sibuk makanin itu hidangan. Oh ya, dia masih belajar boker yang rapih. Sekarang e’e nya masih kemana-mana bikin rumah jadi bau.
22 November 2012
My First Solo Traveling
09 November – 22 November 2012. 13 hari. Pertamakali menjadi couchsurfer. 2 host baik hati yang rela ditumpangi. Beberapa orang asing, yang akhirnya jadi teman. Dari candi-candi, pemandangan alam, bangunan perkotaan sampai hanya sesederhana sebuah warung di pinggir jalan. Modal nekat dan persiapan yang gak terlampau banyak; beberapa potong varian pakaian baik itu luar atau dalam, peralatan mandi dan sedikit keperluan pribadi. Tak lupa 2 kamera yang juga tak memberatkan; kamera nan mungil yang tersemat dalam ponsel dan sebuah kamera plastik. Karena kata ranselkecil dengan bawaan yang minim kita justru menjadi leluasa menjelajah dengan maksimal.
Dan, cerita akan menyusul segera!
EN : 09 November – 22 November 2012. I won’t forget all that happened to me on that day. It was my first time being a couchsurfer and my first time doing my solo trip. With no so much preparation. Spontaneous. It’s not only about me, but also about they who really helping during my journey. Met all new people in 2 different cities. From ruined temples to street hawker. With my 2 cameras; the one from my phone and my toycam. It’s all about us. Gonna post my journey as soon as possible!
ES : 09 Novembro – 22 Novembro 2012. Mi ne volas forgesi cxion. Vosagxis sole, ne preparado tro multa. De la ruinigis templojn al mercantes en strado. Renkontis novajn amikojn. Alportis nur la tornistron, kaj analogan cxambro. 2 urboj. Gxi estas ne pri mi, cxar gxi estas pri ni! I diros la mi hisorioj venontfoje!
08 November 2012
Siapa Bilang
Siapa bilang kalau sudah diutarakan kita bisa terlepas? Jangan harap beban yang daridulu hinggap mendadak jadi ringan seperti kapas.
31 October 2012
Nanti Kalau Mati Mau Jadi Apa?
Saya gak tau. Lagi-lagi gak berbakat ngambil sikap yang baik saat mendengar atau mengalami ketika seseorang yang punya hubungan dengan saya tutup usia. Saya selalu bingung, rasanya gak ada posisi yang pas. Gak ada buku panduan bagaimana bersikap ketika ditimpa hal-hal itu. Sekali lagi, saya males kalau harus bersedu-sedu, but i’m not made of stone, saya juga merasa kehilangan. Saya sendiri benci melihat sebuah proses pemakaman. Saya juga benci melihat rupa orang yang selama ini ada disamping tapi tiba-tiba dibungkus kain kafan atau terbaring di peti. Dari kecil saya gak ngerti apa itu kematian, yang saya tahu cuma kehidupan. Dan tentang kehidupan pun saya gak banyak mengerti dan masih mencari. Saya masih suka berdoa, saya masih suka berusaha, atau bahkan tertawa.
Tapi kalau boleh memilih, mungkin saya ingin mati dengan bahagia. Gak usah ada yang menangis, tapi juga jangan lah tertawa.
Biasa ajah.
Tapi kalau boleh memilih, mungkin saya ingin mati dengan bahagia. Gak usah ada yang menangis, tapi juga jangan lah tertawa.
Biasa ajah.
24 October 2012
Selamat Tinggal
Saya masih belum mengerti tentang apa itu keadilan. Dulu mungkin saya sering berpikir bahwa keadilan berarti, semua mendapatkan bagian yang sama rata. Yang serupa. Tanpa ada perbedaan barang secuilpun. Saat ibumu membagikan sup kepada anak-anaknya, maka setiap anak harus mendapatkan bagian yang sama : semangkuk peranak dengan takaran yang serupa. Jika memang sang ibu tak mampu, maka sepertengah perbagian peranak. Apapun yang mereka punya, setiap anak harus mendapatkan bagian yang serupa tanpa ada perbedaan.
Tapi keadilan mungkin bukan seperti itu. Setiap anak lahir pada tahun yang berbeda, dengan ukuran tubuh yang bervarian pula. Tak semua anak mampu menghabiskan semangkuk sup itu, atau bahkan tak semua anak merasa tercukupi hanya dengan diberi semangkuk sup. Mungkin keadilan adalah sesuatu yang tak patut dipermasalahkan oleh manusia, dan hanya Dia yang tahu jawabnya. Tapi saya manusia, saya punya otak dan hati yang tentunya akan selalu bertanya-tanya.
Hari ini, beberapa jam sebelum saya menuliskan ini, saya mendapat kabar bahwa teman sekampus saya meninggal. Teman sekampus yang dulu mendapatkan tugas yang serupa, sama-sama bermata berat karena begadang, menghirup oksigen yang serupa, membuang sel-sel mati ditempat yang sama. Tapi kini dia malah mengthentikan nafasnya lebih awal, meninggalkan semua seolah hal-hal serupa yang kita jalani tak ada artinya.
Saya benci mendengar ketika teman, keluarga atau orang yang saya kenal telah tiada. Kikuk. Saya benci menangis, tapi saya juga benci pura-pura apatis. Adakah satu sikap yang diciptakan khusus ketika kita menghadapi kepergian seseorang tanpa perlu kita merasa….seperti ini. Beberapa perasaan memang sulit diutarakan dalam bentuk yang lain. Adakah suatu cara untuk menggambarkan sesuatu yang tak dapat kita utarakan dengan hal-hal yang selama ini kita tahu?
Saya tak berbakat menghadapi hal-hal seperti ini. Saya sendiri gak tahu apakah harus bersedu, apakah biasa sajah. Saya gak mau menjadi manusia jahat yang acuh tak acuh, tapi juga gak mau jadi manusia penuh drama yang menangis dalam kapasitas yang sebetulnya tak perlu.
Saya juga tidak suka ketika mendapatkan kabar seperti ini. Saya benci ketika beragam manusia yang mengenal orang itu, mengutarakan kesedihannya pada berbagai media. Tapi, saya juga harus mengerti bahwa setiap orang memilki caranya masing-masing dalam menghadapi hal-hal seperti ini.
Saya benci kematian. Saya benci proses pada kematian. Tidak dapatkah berpamitan terlebih dahulu? Tak dapatkah setelah itu langsung pergi tanpa menyisakan apapun pada diri yang ditinggal. Dapatkah kematian hanyalah sebatas “Oh, oke selamat tinggal!” dan selesai.
Atau, ketika seseorang akan pergi,..tak dapatkah dunia diam?
Diam. Tak ada perasaan apapun yang singgah, tak ada perasaan apapun yang membuat saya menulis semua ini. Ini bukan pelarian, ini curahan. Karena saya tak pernah tahu bagaimana menghadapi hal-hal seperti ini kecuali dengan hal-hal yang sudah saya ketahui sebelumnya. Saya ingin semua diam, tanpa perlu ada unsur apapun yang hinggap.
Sekali lagi, saya tak punya bakat dalam menghadapi hal-hal seperti ini.
Jadi, sekalipun tulisan ini hanya dalam bentuk data, saya harap saya bisa mengucapkan selamat tinggal. Pada dia, seorang teman yang dulu menghirup oksigen yang sama dalam wadah yang serupa. Memperbesar jiwa dan meluaskan pikiran dari sumber yang sama. Selamat tinggal.
22 October 2012
Ekspektasi
Ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik. Victor Vroom (dari wikipedia)
Bertahun-tahun kita hidup menjadi manusia, gak akan ada satu orangpun yang gak pernah berekspektasi. Dan, gw termasuk orang yang seringkali bersinggungan dengan hal ini. Terkadang gw benci dua hal ini : berekspektasi dan di-ekspektasi-kan.
Saat berekspektasi, kalau selalu ketinggian dan hasilnya malah jatuh, niscaya tubuhmu bukan hanya hancur bedebum tapi masa depanmu bisa ikut-ikutan remuk juga. And you'll feel that you don't deserve what you really want in your life. And I hate when someone expecting on me too. Kadang orang menaruh harapan ke gw kaya naruh barang-barang mereka, semakin memberatkan punggung untuk menegak. Baik sih selama dalam batas normal, tapi kalau ketinggian, lagi-lagi mereka akan kecewa berat. Dan kamu tahu rasanya membuat orang lain kecewa? Bahkan kamu yang sebenarnya gak bermaksud mengecewakan harus bersusah-payah membuat orang yang telah berekspektasi padamu itu untuk kembali dalam keadaan semula.
Lihat? Kadang ekspektasi malah membuat hidup ini jadi gak bebas. Kenapa semua orang gak menaruh ekspektasi kepada dirinya sendiri, jadi kalau memang gak kejadian paling enggak gak melemparkan kekecewaan ke orang lain.
And maybe I've to let everything just the way it is. Sometimes when you expecting on something, there's an energy boost in your soul. Believe me, I'm still learning about this life, with or without expecting on that.
Bertahun-tahun kita hidup menjadi manusia, gak akan ada satu orangpun yang gak pernah berekspektasi. Dan, gw termasuk orang yang seringkali bersinggungan dengan hal ini. Terkadang gw benci dua hal ini : berekspektasi dan di-ekspektasi-kan.
Saat berekspektasi, kalau selalu ketinggian dan hasilnya malah jatuh, niscaya tubuhmu bukan hanya hancur bedebum tapi masa depanmu bisa ikut-ikutan remuk juga. And you'll feel that you don't deserve what you really want in your life. And I hate when someone expecting on me too. Kadang orang menaruh harapan ke gw kaya naruh barang-barang mereka, semakin memberatkan punggung untuk menegak. Baik sih selama dalam batas normal, tapi kalau ketinggian, lagi-lagi mereka akan kecewa berat. Dan kamu tahu rasanya membuat orang lain kecewa? Bahkan kamu yang sebenarnya gak bermaksud mengecewakan harus bersusah-payah membuat orang yang telah berekspektasi padamu itu untuk kembali dalam keadaan semula.
Lihat? Kadang ekspektasi malah membuat hidup ini jadi gak bebas. Kenapa semua orang gak menaruh ekspektasi kepada dirinya sendiri, jadi kalau memang gak kejadian paling enggak gak melemparkan kekecewaan ke orang lain.
And maybe I've to let everything just the way it is. Sometimes when you expecting on something, there's an energy boost in your soul. Believe me, I'm still learning about this life, with or without expecting on that.
02 October 2012
Mindset
Setiap manusia punya pola pikirnya masing-masing. Mindset adalah sebuah kerangka berpikir dari seseorang atau bahkan mungkin satu kelompok yang mengatur perilaku, tata cara ini-itu dan lainnya. Saya sendiri baru baca buku teman saya, penulisnya Carol S. Dweck, PH.D dengan judul “Mindset”.
Di bukunya saya belajar banyak hal, yang paling penting ternyata kita selama ini selalu membatasi diri kita sendiri dengan batasan yang sebenarnya gak ada. Semuanya cuma pemikiran. Mindset dibagi menjadi dua menurut dia, yaitu mindset tetap dan mindset berkembang. Mindset tetap ini misanyla seperti orang yang udah dijudge oleh orang lain bahwa dia gak akan bisa bermain bola, maka dia ga akan berusaha. Atau ada orang yang dibilang oleh orang lain bahwa dia jago banget bermain bola, nah si orang itu senang dengan pujian dan akhirnya dia bermain bola terus dan gak mencoba hal-hal lain karena menurutnya dengan bermain bola dia akan selalu dipuja sedangkan jika dia mencoba hal lain dan gagal maka reputasinya bisa hancur.
Hal ini berbeda kalau dia menggunakan mindset berkembang. Mungkin si orang yang udah dijudge bahwa dia gak akan main bola ini tetap akan terus berusaha walaupun didepannya akan ada banyak kegagalan den cemoohan orang, dia percaya bahwa bisa itu karena biasa bukan karena bakat alami.
Beberapa minggu yang lalu gue ke daerah pantai Sawarna, disana saat malam hari gue mengobrol dengan pemilik warung. Si ibu pemilik warung ini memiliki 2 anak cewek, yang satu duduk di bangku SMA dan yang satunya lagi masih SMP. Dia bilang dalam bahasa Sunda, “Ya mau gimana lagi A, kita itu orang kampung. Beda dengan orang kota, disini udah bisa sekolah sajah sudah cukup.” Dia terus-terusan merendahkan diri dan anak-anaknya sendiri dengan membandingkannya dengan orang kota. Yang bikin saya kasian (dan juga kesal) adalah menamkan pemikiran yang aneh kepada anak ceweknya, “Yang penting buat anak gadis mah cari suami. Suami yang mapan, punya motor atau mobil sama rumah.”. Entah bercanda atau beneran, ternyata kedua anak gadisnya ini sudah memiliki “kekasih”, yang satu bersama om-om mapan sedangkan yang SMP hanya memiliki kekasih yang menurut ibunya gak punya modal besar.
Ah, sebal sendiri saya mendengarnya. Daripada nanti saya dianggap mengganggu akhinya saya tinggal mereka tidur. Saya sebal sama orang-orang yang kaya begini. Lagi-lagi membatasi dirinya sendiri.
Saya juga paling sebal sama orang yang suka nge-judge orang lain. Beberapa orang yang saya kenal banyak yang seperti ini. Misalnya saat kita melakukan satu kesalahan dia akan bilang “Ah udah lah lo gak akan bisa”, atau “Ah lo mah plin-plan orangnya!”. Padahal, kita ini plin-plan saat itu sajah, atau kita gak bisa karena saat itu ya saat pertama kali kita mencoba. Saya sendiripun bisa jadi secara gak sadar melakukan apa yang mereka lakukan itu, nah maka dari itu sekarang saya lagi mencoba menjadi manusia yang lebih baik.
Dengan mengembangkan mindset sendiri.
Di bukunya saya belajar banyak hal, yang paling penting ternyata kita selama ini selalu membatasi diri kita sendiri dengan batasan yang sebenarnya gak ada. Semuanya cuma pemikiran. Mindset dibagi menjadi dua menurut dia, yaitu mindset tetap dan mindset berkembang. Mindset tetap ini misanyla seperti orang yang udah dijudge oleh orang lain bahwa dia gak akan bisa bermain bola, maka dia ga akan berusaha. Atau ada orang yang dibilang oleh orang lain bahwa dia jago banget bermain bola, nah si orang itu senang dengan pujian dan akhirnya dia bermain bola terus dan gak mencoba hal-hal lain karena menurutnya dengan bermain bola dia akan selalu dipuja sedangkan jika dia mencoba hal lain dan gagal maka reputasinya bisa hancur.
Hal ini berbeda kalau dia menggunakan mindset berkembang. Mungkin si orang yang udah dijudge bahwa dia gak akan main bola ini tetap akan terus berusaha walaupun didepannya akan ada banyak kegagalan den cemoohan orang, dia percaya bahwa bisa itu karena biasa bukan karena bakat alami.
Beberapa minggu yang lalu gue ke daerah pantai Sawarna, disana saat malam hari gue mengobrol dengan pemilik warung. Si ibu pemilik warung ini memiliki 2 anak cewek, yang satu duduk di bangku SMA dan yang satunya lagi masih SMP. Dia bilang dalam bahasa Sunda, “Ya mau gimana lagi A, kita itu orang kampung. Beda dengan orang kota, disini udah bisa sekolah sajah sudah cukup.” Dia terus-terusan merendahkan diri dan anak-anaknya sendiri dengan membandingkannya dengan orang kota. Yang bikin saya kasian (dan juga kesal) adalah menamkan pemikiran yang aneh kepada anak ceweknya, “Yang penting buat anak gadis mah cari suami. Suami yang mapan, punya motor atau mobil sama rumah.”. Entah bercanda atau beneran, ternyata kedua anak gadisnya ini sudah memiliki “kekasih”, yang satu bersama om-om mapan sedangkan yang SMP hanya memiliki kekasih yang menurut ibunya gak punya modal besar.
Ah, sebal sendiri saya mendengarnya. Daripada nanti saya dianggap mengganggu akhinya saya tinggal mereka tidur. Saya sebal sama orang-orang yang kaya begini. Lagi-lagi membatasi dirinya sendiri.
Saya juga paling sebal sama orang yang suka nge-judge orang lain. Beberapa orang yang saya kenal banyak yang seperti ini. Misalnya saat kita melakukan satu kesalahan dia akan bilang “Ah udah lah lo gak akan bisa”, atau “Ah lo mah plin-plan orangnya!”. Padahal, kita ini plin-plan saat itu sajah, atau kita gak bisa karena saat itu ya saat pertama kali kita mencoba. Saya sendiripun bisa jadi secara gak sadar melakukan apa yang mereka lakukan itu, nah maka dari itu sekarang saya lagi mencoba menjadi manusia yang lebih baik.
Dengan mengembangkan mindset sendiri.
28 September 2012
Terlantarnya Pantai Boom di Banyuwangi
Sekelompok anak sedang asyik bermain di pinggiran pantai Boom, Banyuwangi yang tak terurus. |
Di Banyuwangi saya janjian sama temen sekampus saya yang kebetulan juga baru sampai disini. Disini kami hanya menghabiskan waktu sebentar, sampai di malam hari setelah kurang lebih 12 jam didalam kereta. Kami akan melanjutkan ke Bali menggunakan jasa travel, tetapi karena ternyata jasa travel yang kami gunakan terjebak macet (saat itu menjelang lebaran), akhirnya kami sepakat untuk menikmati salah satu tempat di kota penghasil ikan terbesar kedua di seluruh Indonesia ini.
Pantai Boom, tak terlihat ramai seperti pantai pada umumnya. Karena kedalaman dan kekuatan ombak di pantai yang terhubung dengan selat Bali ini tidak bisa dibilang aman untuk para penyelam. Kami mendapati hanya segelintir orang yang mau mencumbui bibir pantai, itu pun diganggu oleh seorang anak yang sedang asyik buang air besar “diceboki” air pantai. Belum lagi kondisi pinggiran pantai yang memprihatinkan, banyak sampah berserakan disana-sini akibat kurangnya perhatian pemerintah dan juga warganya sendiri.
Kebanyakan para penikmat yang ada disini berkumpul di warung-warung yang menyediakan aneka makanan dan minuman seperti kopi dan es kelapa. Anak-anak lingkungan sekitar lebih doyan bermain dengan pasir-pasirnya, entah bermain apa tapi mereka terlihat seru. Padahal nih, pantai Boom ini pernah ramai. Bahkan dulu dikenal oleh warganya sebagai penghubung antara Jawa – Bali. Pantai ini juga dikenal dengan nama Pantai THR (Taman Hiburan Rakyat) karena dulu di pantai ini akan ada banyak permainan rakyat saat hari raya.
Ah sudahlah toh pantai yang sepi juga masih bisa dinikmati. Setelah puas bermain dan berfoto-foto akhirnya kami duduk di salah satu warung dan memesan beberapa es kelapa. Menikmati angin pantai dan sinar matahari yang tak terlampau terik karena disaring pohon dekat warung. Setelah membunuh waktu di pantai berpasir hitam ini, kami pun bergegas untuk bersiap-siap menuju Bali!
13 September 2012
Kunjungan Singkat ke Solo
Terusan sungai Bengawan Solo. Diambil beberapa waktu setelah adzan subuh sebelum melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi. |
Perjalanan menuju Solo ditempuh kurang lebih 12 jam dari Bandung, dengan waktu rehat satu kali untuk makan sahur (saat itu bulan puasa). Sesampainya di Solo, ditempat pemberhentian terakhir yaitu terminal Tirtonadi kita akhirnya menghubungi teman sekampus yang memang berdomisili disana. Sayang, di Solo saya gak bisa cerita banyak karena saya dan teman saya yang di Solo ini bareng-bareng mencari tiket kereta.
Untuk membeli tiket kereta disini kami sebenernya sedikit kerepotan karena ternyata untuk membeli tiket kelas ekonomi berbeda stasiun. Alhasil kita bolak-balik, belum lagi saat lupa uang di dompet kurang dan akhirnya mencari atm terdekat. Alhasil sampai maghrib waktu saya cuma dihabiskan untuk mendapatkan tiket kereta. Berbeda dengan kedua teman saya yang sedang asyik bersepeda menikmati kota Solo. Tapi saat malamnya saya masih bisa menikmati sebuah pameran di sebuah toko buku Gramedia di kota ini.
Akhirnya saya menunggu di warung terdekat mencicipi pia-pia, gorengan dari tepung berisi kacang asli Solo yang gurih dan hanya berharga gopek. Setelah perut kenyang dan mengobrol dengan ibu-ibu pemilik warung yang sudah belasan tahun berjualan disana itu saya pun langsung menuju salah satu aliran Bengawan Solo begitu jalannya sudah mulai kelihatan. Sayang, disana ternyata tidak terawat. Mungkin karena sepi juga dan hanya ada beberapa orang dan beberapa ekor anjing yang cukup galak dan sebaiknya jangan didekati. Akhirnya saya pun pulang untuk bergegas mengejar kerata menuju Banyuwangi yang berangkat pagi-pagi.
12 September 2012
04 September 2012
31 August 2012
Rajin?
Buku saku yang suka dipake menulis ide, coret-coretan atau cuma untuk menuang emosi. Dibungkus pake gambar peta biar terkesan seperti travelers :) |
Rajin. Saya gak tau kata “Rajin” itu ada hubungannya apa enggak dengan kata “Raja”, tapi mungkin memang ada. Seorang Raja tentunya berkuasa atas wilayah kekuasannya, dan seseorang yang rajin paling tidak menguasai dirinya dari setan kemalasan.
Saya sendiri gak tau bisa dibilang sebagai orang yang rajin apa enggak. Saya sih masih belajar, dan mungkin seringnya malah gagal oleh rujukan setan kemalasan. Gak setiap hari target saya kecapai semua, seringkali ada beberapa hal yang harus saya ganti karena menemukan sesuatu yang lebih menarik di hari itu.
Atau hari ini misalnya. Setelah bangun pagi dan bla-bla-bla sampai jam 9an, saya menulis beberapa target untuk hari ini, kurang lebih ada 5 poin. Tapi sayangnya yang tercapai sampai tadi cuma satu, dan menulis ini adalah target lainnya lagi, yang berarti total hanya ada 2 poin target yang tercapai hari ini. Dan yang kedua ini juga mepet banget udah masuk hari berikutnya, 16 menit yang lalu.
Sebagai mahasiswa saya gak tau termasuk yang rajin apa enggak. Tapi beberapakali saya emang ikutan acara-acara kampus mulai dari membantu sampai cuma jadi penonton. Kalau masalah mengurus saya sendiri mengurus pemutaran film-film yang bisa ditonton siapa ajah dan tanpa biaya, tiap bulan 2 kali. Tapi itupun mungkin belum bisa disebut berhasil, entah kenapa sebenarnya minat saya gak besar-besar amat untuk menjadi pengurus pemutaran film itu. Harusnya mungkin gak kerasa capek, tapi tiap bulan mengurus itu dan dengan penonton yang sedikit dan pembagian kerja yang gak terlaksana, lama-lama saya sendiri sulit memaksimalkan pengerjaan tugas-tugas saya. Saya suka film, dan menikmati saat membuat film untuk tugas kampus kemarin, tapi saya juga suka dengan hal lain yang menurut saya lebih menarik dan dari kecil selalu saya lakukan : menulis dan menggambar.
Mungkin rajin itu ada ketika kita minat dalam bidang itu, saya sendiri suka menggambar (seinget saya nih ya) dari TK, sampai akhirnya masuk SD ketika punya Playstation (PS) saya yang kurang suka dengan kover dari kaset itu akhirnya menggambar sendiri dibagian belakang kover yang kosong. Disitu saya bisa menambahkan impian-impian saya untuk game itu, misalnya ada karakter baru yang seperti ini dan lainnya.
Kalau menulis saya sudah suka saat ada pelajaran mengarang di sekolah. Saya suka banget kalau tugas bahasa Indonesia itu mengarang bebas, atau membuat sebuah cerpen atau dongeng. Saya bisa keasyikan menulis sampai tangan saya kotor sama pulpen. Terakhir kali saya mengerjakan tugas mengarang itu di kelas 3 SMA, dimana saya dan teman-teman sekelas diperintahkan membuat sebuah dongeng di atas kertas folio dan dikumpulkan saat itu juga.
Saat SMP saya malah baru mulai suka membaca buku. Kalau dulu setiap semester baru dan bukunya juga baru, saya pasti langsung buka buku bahasa Indonesia dan mencari-cari cerpen. Biasanya sih saya suka buku-buku novel fantasi, psikologi, motivasi dan yang berhubungan dengan dunia seni visual pastinya.
Saya juga suka fotografi. Saya suka foto-foto yang bagus, dan saya suka bawa kamera analog saya kalau pergi jalan-jalan. Saya menemukan kepuasan disitu, dan hasilnya juga mendukung untuk tulisan-tulisan saya.
Kita juga akan rajin mungkin ketika kita tahu target dan tujuan kita. Saya sering buat tujuan, dan kemarin juga sempet bikin visionboard walaupun sekarang mau diperbaharui karena yang kemarin kurang begitu menarik. Untungnya beberapa kesampaian, dengan cara berusaha atau justru datengnya tiba-tiba tanpa pernah diduga. Tapi kalau masalah profesi saya mungkin gak begitu 100% yakin mau jadi apa, tapi saya pengen banget kerjaan saya gak jauh dari apa yang saya suka : merangkai kata-kata dan elemen visual.
Dan setelah cari informasi sana-sini, tanya-tanya ke temen atau senior akhirnya saya dapet nih target buat saya kedepannya gimana. Saya pengen bekerja di bidang kreatif, saya pengen menulis, mencari ide, membaca ini-itu, memvisualisasikan dalam sketsa, tuker pikiran dan voila! jadilah sebuah ide yang jadi nyata. Semoga saya bisa mendapatkan kerjaan itu, minimal di KP nanti, 2 semester lagi.
Semoga saya bisa lebih rajin seperti beberapa teman saya yang sangat rajin dan bisa membagi waktu, dan pastinya ngasilin duit hehehe.
Amin.
12 August 2012
Satu Sabtu Pagi
Subscribe to:
Posts (Atom)