13 December 2012
Rotasi
Sepiring sendok dan garpuh menjadi hidangan pembuka hari ini. Jari-jemari orang-orang di sekelilingku saling bersentuhan. Mulut mereka saling berkomat-kamit mengucapkan kata-kata yang tak ku mengerti seperti mantra .Sambil menaruh sendok di atas meja, ku layangkan pandanganku ke luar jendela. Matahari berwarna abu-abu.Ingin kutanya pada mereka tapi tak tega kuhancurkan kekhusyuan yang susah-susah mereka jaga.
Ku biarkan diriku melesat ke luar rumah tanpa bersiap-siap. Cuma modal kolor yang dipakai, kaos polos beraroma keringat, dan sisa parfum kemarin. Ku berlari melewati komedi putar, kusapa semua orang disana tapi tak ada yang menjawab. Aku berlari, pasrah, sejenak baru kusadari sedari tadi aku tertawa, menangis, tanpa ku mengerti.
Beribu-ribu kali aku tersungkur dan meringkih kesakitan tapi tak minta di kasihani. Mendadak suasana jadi ramai ketika kumpulan anjing-anjing menggonggong lewat lalu terbang menuju matahari abu-abu.
Tak juga ku mengerti apa yang kucari. Kali ini, ku biarkan diriku tetap terbenam di atas lumpur ketika ku tersungkur. Kurasakan setiap tubuhku tertelan dan ku tarik nafas dalam-dalam.
Lalu aku menjadi angin.
Kubiarkan seluruh ragaku menghalus, berhembus dan melewati setiap seisi kota. Ku pasrahkan diriku tersaring rambut-rambut, mensapu kulit-kulit asin dan tanah. Ku biarkan semua rasa itu muncul ke permukaan tanpa harus ku genggam. Dan kumasuki sebuah jendela terbuka lalu kurasuki tubuh tak berpenghuni di atas kursi.
Sepiring sendok, garpuh dan dunia yang mendadak asing menjadi hidangan pembuka hari ini. Ku biarkan diriku melesat ke luar rumah tanpa bersiap-siap.
Bandung,
beberapa tahun yang lalu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment