Saya bukan termasuk orang yang ketat banget buat milih tempat pangkas rambut, kadang saya milih tempat yang emang lagi gak terlalu rame aja. Atau sekalian lagi sepi banget.
Yang paling saya suka dari cukur-mencukur sebenarnya bukan hasilnya aja sih, tapi seringkali mengobrol dengan tukang cukur itu jadi bikin punya verita sendiri. Apalagi dulu saya selalu mencukur di rumah, dengan tukang cukur langganan keluarga yang dipanggil untuk datang setiap waktu tertentu. Alhasil ketemunya itu lagi, itu lagi.
Waktu saya traveling ke Semarang misalnya, saya mengobrol dengan tukang cukur yang lagi asyik berkutat dengan rambut saya. Dia bercerita tentang daerahnya dulu yang penuh dengan orang-orang berjualan yang kini justru sepi. Yang paling saya ingat, dia bercerita tentang penjual nasi ayam yang tidak bisa menghitung tapi sekali kamu ke sana, porsi yang kamu dapet bener-bener jumbo. Sang pedagang cuma menghitung menggunakan perasaan, toh dia juga seringkali tidak melihat. Entah karena porsinya, atau karena ketidak mampuannya, usahanya laku keras. Orang-orang yang datang ke sana pun berbadan tambun, mau orang dewasa atau anak kecil. Kalau pun gak berbadan tambun, sisa makanannya masih bisa dibungkus untuk disantap lain waktu.
Ada juga tukang cukur yang pernah iri dengan rambut saya. Dia ingin sekali punya rambut keriting karena katanya sih lebih artistik aja. Dia juga menyarankan hal-hal yang aneh, yaitu untuk "men-creambath" rambut saya dengan tinja kerbau. Di kampungnya orang-orang sering menggunakan feses binatang sawah itu untuk ke rambut agar tampak indah. Hahaha saya sih iyain aja, tapi gak janji akan mengikuti saran dia.
Kalau foto di atas, itu tempat pangkas rambut saya tadi. Entah kenapa, uang datang tadi pagi didominasi oleh orang-orang tua. Kakek-kakek sporty yang baru pulang dari jogging keliling komplek. Mereka sepertinya udah langganan sih, karena akrab sekali dan bahkan tidak perlu memberi arahan rambutnya yang abu-abu ingin diapakan.
Tempat pangkas rambut yang merakyat emang punya ciri khas sendiri sih. Beda sama di mall-mall. Yang entah karena capek atau apa, gak seseru diajak ngobrol dengan tukang pangkas rambut di pinggir jalan. Biasanya ya ngibrolin artis atau entah siapa ke rekan kerjanya.
Sayangnya saya belum pernah cukur di aatu tempat/jenis yang saya pengen: di bawah pohon. Tukang cukur di bawah pohon pasti punya keunikan sendiri, selain suasananya, saya pengen tau dia akan bercerita tentang apa.
No comments:
Post a Comment