Pages

28 September 2012

Terlantarnya Pantai Boom di Banyuwangi

Sekelompok anak sedang asyik bermain di pinggiran pantai Boom, Banyuwangi yang tak terurus.

Di Banyuwangi saya janjian sama temen sekampus saya yang kebetulan juga baru sampai disini. Disini kami hanya menghabiskan waktu sebentar, sampai di malam hari setelah kurang lebih 12 jam didalam kereta. Kami akan melanjutkan ke Bali menggunakan jasa travel, tetapi karena ternyata jasa travel yang kami gunakan terjebak macet (saat itu menjelang lebaran), akhirnya kami sepakat untuk menikmati salah satu tempat di kota penghasil ikan terbesar kedua di seluruh Indonesia ini.

Pantai Boom, tak terlihat ramai seperti pantai pada umumnya. Karena kedalaman dan kekuatan ombak di pantai yang terhubung dengan selat Bali ini tidak bisa dibilang aman untuk para penyelam. Kami mendapati hanya segelintir orang yang mau mencumbui bibir pantai, itu pun diganggu oleh seorang anak yang sedang asyik buang air besar “diceboki” air pantai. Belum lagi kondisi pinggiran pantai yang memprihatinkan, banyak sampah berserakan disana-sini akibat kurangnya perhatian pemerintah dan juga warganya sendiri.

Kebanyakan para penikmat yang ada disini berkumpul di warung-warung yang menyediakan aneka makanan dan minuman seperti kopi dan es kelapa. Anak-anak lingkungan sekitar lebih doyan bermain dengan pasir-pasirnya, entah bermain apa tapi mereka terlihat seru. Padahal nih, pantai Boom ini pernah ramai. Bahkan dulu dikenal oleh warganya sebagai penghubung antara Jawa – Bali. Pantai ini juga dikenal dengan nama Pantai THR (Taman Hiburan Rakyat) karena dulu di pantai ini akan ada banyak permainan rakyat saat hari raya.

Ah sudahlah toh pantai yang sepi juga masih bisa dinikmati. Setelah puas bermain dan berfoto-foto akhirnya kami duduk di salah satu warung dan memesan beberapa es kelapa. Menikmati angin pantai dan sinar matahari yang tak terlampau terik karena disaring pohon dekat warung. Setelah membunuh waktu di pantai berpasir hitam ini, kami pun bergegas untuk bersiap-siap menuju Bali!








13 September 2012

Kunjungan Singkat ke Solo

Terusan sungai Bengawan Solo. Diambil beberapa waktu setelah adzan subuh sebelum melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi.

Perjalanan menuju Solo ditempuh kurang lebih 12 jam dari Bandung, dengan waktu rehat satu kali untuk makan sahur (saat itu bulan puasa). Sesampainya di Solo, ditempat pemberhentian terakhir yaitu terminal Tirtonadi kita akhirnya menghubungi teman sekampus yang memang berdomisili disana. Sayang, di Solo saya gak bisa cerita banyak karena saya dan teman saya yang di Solo ini bareng-bareng mencari tiket kereta.

Untuk membeli tiket kereta disini kami sebenernya sedikit kerepotan karena ternyata untuk membeli tiket kelas ekonomi berbeda stasiun. Alhasil kita bolak-balik, belum lagi saat lupa uang di dompet kurang dan akhirnya mencari atm terdekat. Alhasil sampai maghrib waktu saya cuma dihabiskan untuk mendapatkan tiket kereta. Berbeda dengan kedua teman saya yang sedang asyik bersepeda menikmati kota Solo. Tapi saat malamnya saya masih bisa menikmati sebuah pameran di sebuah toko buku Gramedia di kota ini.


 Pameran ilustrasi ini gratis dimasuki, dan untungnya diperbolehkan untuk mengambil gambar. Sayangnya saat saya datang pameran ini sedang sepi dan hanya ada beberapa orang dan dua penjaga yang sedang sibuk membereskan buku-buku komik yang akan dijual. Keesokannya saya pagi-pagi sekali menyusuri daerah sekitaran rumah teman saya ini dengan berjalan kaki dan sampai di sebuah aliran sungai Bengawan Solo. Menuju kesana saat matahari belum muncul bukan waktu yang tepat karena dari rumah teman saya ini gak kelihatan jalannya.

Akhirnya saya menunggu di warung terdekat mencicipi pia-pia, gorengan dari tepung berisi kacang asli Solo yang gurih dan hanya berharga gopek. Setelah perut kenyang dan mengobrol dengan ibu-ibu pemilik warung yang sudah belasan tahun berjualan disana itu saya pun langsung menuju salah satu aliran Bengawan Solo begitu jalannya sudah mulai kelihatan. Sayang, disana ternyata tidak terawat. Mungkin karena sepi juga dan hanya ada beberapa orang dan beberapa ekor anjing yang cukup galak dan sebaiknya jangan didekati. Akhirnya saya pun pulang untuk bergegas mengejar kerata menuju Banyuwangi yang berangkat pagi-pagi.